BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Asal Usul Kerajaan Mughal
Mughal merupakan kerajaan Islam di anak benua India, dengan Delhi sebagai ibukotanya, berdiri antara
tahun (1526-1858 M). Dinasti Mughal di India didirikan oleh Zahiruddin Muhammad
Babur (1482-1530 M), salah satu cucu dari Timur Lenk dari etnis Mongol,
keturunan Jengis Khan. Ekspansinya ke India dimulai
dengan penundukan penguasa setempat yaitu Ibrahim Lodi dengan Alam Khan (Paman
Lodi) dan gubernur Lohere[1].
Ia berhasil munguasai Punjab dan berhasil menundukkan Delhi, sejak saat itu ia
memproklamirkan berdirinya kerajaan Mughal. Proklamasi 1526 M yang
dikumandangkan Babur mendapat tantangan dari Rajput dan Rana Sanga didukung
oleh para kepala suku India
tengah dan umat Islam setempat yang belum tunduk pada penguasa yang baru itu,
sehingga ia harus berhadapan langsung dengan dua kekuatan sekaligus. Tantangan
tersebut dihadapi Babur pada tanggal 16 Maret 1527 M di Khanus dekat Agra. Babur memperoleh
kemenangan dan Rajput jatuh ke dalam kekuasaannya.
Penguasa Mughal setelah Babur adalah Nashiruddin Humayun atau lebih dikenal dengan
Humayun (1530-1540 dan 1555-1556 M)[2],
puteranya sendiri. Sepanjang pemerintahanya tidak stabil, karna banyak terjadi
perlawanan dari musuh-musuhnya. Bahkan beliau sempat mengungsi ke Persia karna
mengalami kekalahan saat melawan pemberontakan Sher Khan di Qonuj, tetapi
beliau berhasil merebut kembali kekuasaanya pada tahun 1555 M berkat bantuan
dari kerajaan safawi. Namun setahun kemudian 1556 M beliau meninggal karna
tertimpa tangga pepustakaan, dan tahta kerajaan selanjutnya dipegang oleh
putranya yang bernama Akbar.
2.2 PERKEMBANGAN DAN KEJAYAAN KERAJAAN MUGHAL
Masa kejayaan kerajaan Mughal dimulai pada pemerintahan Akbar
(1556-1506 M), dan tiga raja penggantinya, yaitu Jehangir (1605-1628 M), Syah
Jehan (1628-1658 M), Aurangzeb (1658-1707 M). Setelah itu, kemajuaan kerajaan
Mughal tidak dapat dipertahankan oleh raja-raja berikutnya.
Akbar mengganti ayahnya pada saat usia 14 tahun, sehingga urusan
kerajaan diserahkan kepada Bairam Khahan, seorang syi’i. Pada masa pemerintahanya,
Akbar melancarkan serangan untuk memerangi pemberontakan sisa-sisa keturunan
Sher Khan Shah yang berkuasa di Punjab.
Pemberontakan lain dilakukan oleh Himu yang menguasai Gwalior
dan Agra.
Pemberontakan tersebut disambut oleh Bairam Khan sehingga terjadi peperangan
dasyat, yang disebut panipat 2 tahun 1556 M. Himu dapat dikalahkan dan
ditangkap kemudian diekskusi. Dengan demikian, Agra dan Kwalior dapat dikuasai penuh
(Mahmudun Nasir,1981:265-266).
Setelah Akbar dewasa, ia berusaha menyingkirkan Bairam Khan yang
sudah mempunyai pengaruh kuat dan terlampau memaksakan kepentingan aliran
syi’ah. Bairam Khan memberontak, tetapi dapat dikalahkan oleh Akbar di
Jullandur tahun 1561 M.
Setelah itu masa kejayaan kerajaan Mughal berhasil dipertahankan
oleh putra beliau yaitu Jehangir yang memerintah selama 23 tahun (1605-1628 M).
Namun Jehangir adalah penganut Ahlussunah Wal Jamaah, sehingga Din-i-Illahi
yang dibentuk ayahnya menjadi hilang pengaruhnya.[3]
Sepeninggalan Jehangir pucuk kekuasaan kerajaan Mughal di pegang
oleh Sheh Jehan yang memerintah Mughal selam 30 tahun (1628-1658 M). Pada masa
pemerintahanya banyak muncul pemberontakan dan perselisihan dalam internal
keluarga istana. Namun semua itu dapat diatasi oleh beliau, bahkan beliau
berhasil memperluas kekuasaanya Hyderabat, Maratha, dan Kerajaan Hindu lain
yang belum tunduk kepada pemerintahan Mughal. Keberhasilan itu tidak bias
lepas dari peran Aurangzeb, putera ketiga dari Sheh Jehan.
Pengganti Sheh Jehan yaitu Aurangzeb, beliau berhasil menduduki
tahta kerajaan setelah berhasil menyingkirkan para pesaingnya (saudaranya).
Pada masanya kebesaran Mughal mulai menggema kembali, dan kebesaran namanya-pun
disejajarkan dengan pendahulunya dulu, yaitu Akbar.
Adapun usaha-usaha Aurangzeb dalam memajukan kerajaan Mughal
diantaranya menghapuskan pajak, menurunkan bahan
pangan dan memberantas korupsi, kemudian ia membentuk peradilan yang
berlaku di India yang dinamakan fatwa alamgiri sampai akhirnya
meninggal pada tahun 1707 M. Selama satu setengah abad, India di bawah Dinasti
Mughal menjadi salah satu negara adikuasa. Ia menguasai perekonomian Dunia
dengan jaringan pemasaran barang-barangnya yang mencapai Eropa, Timur Tengah,
Asia Tenggara dan Cina. Selain itu, India juga memiliki pertahanan
militer yang tangguh yang sukar ditaklukkan dan kebudayaan yang tinggi.[4]
Dengan besarnya nama kerajaan Mughal, banyak sekali para sejarawan
yang mengkaji tentang kerajaan ini. Dan pada masa itu telah muncul
seorang sejarawan yang bernama Abu Fadl dengan karyanya Akhbar Nama dan Aini
Akhbari, yang memaparkan sejarah kerajaan Mughal berdasarkan figure
pemimpinnya. Sedangkan karya seni yang dapat dinikmati sampai sekarang dan
karya seni terbesar yang dicapai kerajaan Mughal adalah karya-karya arsitektur
yang indah dan masjid-masjid yang indah. Pada masa Shah jehan dibangun Masjid
Berlapis mutiara dan Taj Mahal di Agra, Masjid Raya Delhi dan Istana Indah di
Lahore (Ikram, 1967:247).
2.3
KEMUNDURAN DAN RUNTUHNYA KERAJAAN MUGHAL
Setelah satu setengah abad dinasti Mughal berada di puncak
kejayaannya, para pelanjut Aurangzeb tidak sanggup mempertahankan kebesaran
yang telah dibina oleh sultan-sultan sebelumnya. Pada abad ke-18 M kerajaan ini
memasuki masa-masa kemunduran. Kekuasaan politiknya mulai merosot, suksesi
kepemimpinan di tingkat pusat menjadi ajang perebutan, gerakan separatis Hindu
di India tengah, Sikh di belahan utara dan Islam di bagian timur semakin lama
semakin mengancam. Sementara itu, para pedagang Inggris untuk pertama kalinya
diizinkan oleh Jehangir menanamkan modal di India, dengan didukung oleh
kekuatan bersenjata semakin kuat menguasai wilayah pantai.
Pada masa Aurangzeb, pemberontakan terhadap pemerintahan pusat
memang sudah muncul, tetapi dapat diatasi. Pemberontakan itu bermula dari
tindakan-tindakan Aurangzeb yang dengan keras menerapkan pemikiran puritanismenya.
Setelah ia wafat, penerusnya rata-rata lemah dan tidak mampu menghadapi
problema yang ditinggalkannya.
Sepeninggal Aurangzeb (1707 M), tahta kerajaan dipegang oleh
Muazzam, putra tertua Aurangzeb yang sebelumnya menjadi penguasa di Kabul.[5]
Putra Aurangzeb ini kemudian bergelar Bahadur Syah (1707-1712 M). Ia menganut
aliran Syi’ah. Pada masa pemerintahannya yang berjalan yang berjalan selama lima tahun, ia dihadapkan
pada perlawanan Sikh sebagai akibat dari tindakan ayahnya. Ia juga dihadapkan
pada perlawanan penduduk Lahore
karena sikapnya yang terlampau memaksakan ajaran Syi’ah kepada mereka.[6]
Setelah Bahadur Syah meninggal, dalam jangka waktu yang cukup lama,
terjadi perebutan kekuasaan di kalangan istana. Bahadur Syah diganti oleh
anaknya, Azimus Syah. Akan tetapi, pemerintahannya oleh Zulfiqar Khan, putra
Azad Khan, wazir Aurangzeb. Azimus Syah meninggal tahun 1712 M an diganti oleh
putranya, Jihandar Syah, yang mendapat tantangan dari Farukh Siyar, adiknya
sendiri. Jihandar Syah apat disingkirkan oleh Farukh Siyar tahun 1713 M.
Farukh Siyar berkuasa sampai tahun 1719 M dengan dukungan kelompok
sayyid, tapi tewas di tangan para pendukungnya sendiri (1719 M). Sebagai
gantinya diangkat Muhammad Syah (1719-1748 M). Namun, ia dan pendukungnya
terusir oleh suku Asyfar di bawah pimpinan Nadir Syah yang sebelumnya telah
berhasil melenyapkan kekuasaan Safawi di Persia. Keinginan Nadir Syah untuk
menundukkan kerajaan Mughal terutama karena menurutnya, kerajaan ini banyak
sekali memberikan bantual kepada pemberontak Afghan di daerah Persia. Oleh
karena itu, ada tahun 1739 M, dua tahun setelah menguasai Persia, ia
menyerang kerajaan Mughal. Muhammad Syah tidak dapat bertahan dan mengaku
tunduk kepada Nadir Syah. Muhammad Syah kembali berkuasa di Delhi setelah ia bersedia member hadiah yang
sangat banyak keada Nadir Syah. Kerajaan Mughal baru dapat melakukan restorasi
kembali, terutama setelah jabatan wazir dipegang Chin Qilich Khan yang bergelar
Nizam Al-Mulk (1722-732 M) karena mendapat dukungan dari Marathas. Akan tetapi,
tahun 1732 M, Nizam Al-Mulk meninggalkan Delhi
menuju Hiderabat dan menetap di sana.
Konflik-konflik yang berkepanjangan mengakibatkan pengawasan
terhadap daerah lemah. Pemerintahan daerah satu per satu melepaskan
loyalitasnya dari pemerintah pusat, bahkan cenderung memperkuat posisi
pemerintahannya masing-masing. Hiderabat dikuasai Nizam Al-Mulk, Marathas
dikuasai Shivaji, Rajput menyelenggarakan pemerintahan sendiri di bawah
pimpinan Jai Singh dari Amber, Punjab dikuasai
oleh kelompok Sikh.
Adapun
sebab-sebab keruntuhan Mughal secara detail, yaitu :
1.
Terjadinya stagnasi pembinaan militer sehingga operasi
militer Inggris di wilayah pantai tidak dapat dipantau.
2.
Kemerosotan moral dan hidup mewah di kalangan elite
politik yang mengakibatkan pemborosan dan penggunaan uang Negara.
3.
Pendekatan Aurengzeb yang terkesan kasar dalam
mendakwahkan agama.
4.
Pewaris tahta pada paroh terakhir adalah
pribadi-pribadi lemah.
2.4
HASIL-HASIL KEBUDAYAAN KERAJAAN MUGHAL
A. Bidang Poitik dan Militer
Sistim yang menonjol adalah politik Sulh-E-Kul atau toleransi
universal. Sistem ini sangat tepat karena mayoritas masyarakat India adalah
Hindu sedangkan Mughal adalah Islam. Disisi lain terdapat juga ras atau etnis
lain yang juga terdapat di India.
Lembaga yang produk dari Sistim ini adalah Din-I-Ilahi dan Mansabhadari.
Dibidang militer, pasukan Mughal dikenal pasukan yang sangat kuat. Mereka
terdiri dari pasukan gajah berkuda dan meriam. Wilayahnya dibagi
distrik-distrik. Setiap distrik dikepalai oleh sipah salar dan sub distrik di
kepalai oleh faudjar. Dengan sistim ini pasukan Mughal berhasil menahlukan
daerah-daera di sekitarnya.
B. Bidang Ekonomi
Perekonomian kerajaan Mughal tertumpu pada bidang agrari, mengingat
keadaan Geografi dan Geologi wilayah India. Hasil pertanian kerajaan
Mughal yang terpenting ketika itu adalah biji-bijian, padi, kacang, tebu,
sayur-sayuran, rempah-rempah, tembakau, kapas, nila, dan bahan-bahan celupan.[7]
Di samping untuk kebutuhan dalam negeri, hasil pertanian itu
diekspor ke Eropa, Afrika, Arabia, dan Asia Tenggara bersamaan dengan hasil
kerajinan, seperti pakaian tenun dan kain tipis bahan gordiyn yang banyak
diproduksi di Gujarat dan Bengawan. Untuk meningkatkan produksi, Jehangir
mengizinkan Inggris (1611 M) dan Belanda (1617 M) mendirikan pabrik pengolahan
hasil pertanian di Surat.
C. Bidang Seni dan Arsitektur
Bersamaan dengan majunya bidang ekonomi, bidang seni dan budaya juga
berkembang. Karya seni yang menonjol adalah karya sastra gubahan penyair
istana, baik yang berbahasa Persia
maupun berbahasa India.
Penyair India
yang terkenal adalah Malik Muhammad Jayazi, seorang sastrawan sufi yang
menghasilkan karya besar berjudul Padmavat, sebuah karya alegoris yang
mengandung pesan kebijakan jiwa manusia.[8]
Karya seni yang masih dapat dinikmati sekarang dan merupakan karya
seni terbesar yang dicapai kerajaan Mughal adalah karya-karya arsitektur yang
indah dan mengagumkan. Pada masa akbar dibangun istana Fatpur Sikri di Sikri, vila, dan masjid-masjid
yang indah. Pada masa Syah Jehan, dibangun masjid berlapiskan mutiara dan Taj
Mahal di Agra, masjid raya Delhi dan istana
indah di Lahore.[9]
D. Bidang Ilmu Pengetahuan
Dinasti Mughal juga banyak memberikan sumbangan di bidang ilmu
pengetahuan. Sejak berdiri, banyak ilmuan yang datang ke India untuk
menuntut ilmu pengetahuan. Bahkan Istana Mughal-pun menjadi pusat kegiatan
kebudayaan. Hal ini adanya dukungang dari penguasa dan bangsawan seta Ulama.
Aurangzeb misalnya membelikan sejumlah uang yang besar dan tanah untuk
membangun sarana pendidikan.
Pada tiap-tiap masjid memiliki lembaga tingkat dasar yang dikelola
oleh seorang guru. Pada masa Shah Jahan didirikan sebuah Perguruan Tinggi di
Delhi. Jumlah ini semakin bertambah ketika pemerintah di pegang oleh Aurangzeb.
Dibidang ilmu agama berhasil dikondifikasikan hukum islam yang dikenal dengan
sebutan Fatawa-I-Alamgiri.
BAB
III
KESIMPULAN
Dari
penjelasan-penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa.
Ø Islam telah mewariskan
dan memberi pengayaan terhadap khazanah kebudayaan India. Dimana keberadaan kerajaan
ini telah menjadi motivasi kebangkitan baru bagi peradaban tua di anak benua India yang
hampir tenggelam
Ø Dengan hadirnya Kerajaan
Mughal, maka kejayaan India
dengan peradaban Hindunya yang nyaris tenggelam, kembali muncul.
Ø Kemajuan yang dicapai
Kerajaan Mughal telah memberi inspirasi bagi perkembangan peradaban dunia baik
politik, ekonomi, budaya dan sebagainya. Misalnya, politik toleransi
(sulakhul), system pengelolaan pajak, seni arsitektur dan sebagainya.
Ø Kemunduran suatu
peradaban tidak lepas dari lemahnya kontrol dari elit penguasa, dukungan rakyat
dan kuatnya sistem keamanan.
0 komentar:
Posting Komentar